SEPUTAR MASALAH FIQH
1. Gambaran
Masalah:
Beberapa waktu yang lalu saya mengikuti pertemuan ibu-ibu. Pada pertemuan
tersebut ada pengarahan cara membuat abon dari bekicot. Setahu saya bahwa
bekicot itu diharamkan.
Pertanyaan: Mohon penjelasan dasar
hukumnya? (Hj. Dwi Titi Maryani, Tambaksari)
Jawaban:
Allah Swt. membolehkan
manusia untuk memakan segala yang telah dikaruniakanNya selama hal itu adalah
halal lagi baik dan tidak ada dalil yang mengharamkanya. QS. An Nahl; 114
فَكُلُوا
مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ
(النحل/114)
(Maka
makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang Telah diberikan Allah kepadamu;
dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu Hanya kepada-Nya saja menyembah).
الحلزون: ....وحكمه: التحريم
لاستخباثه. وقد قال الرافعي في السرطان أنه يحرم لما فيه من الضرر لأنه داخل في
عموم تحريم الصدف
(bekicot) … (dan hukumnya) di haramkan karena menjijikkan. Ar
Rafii sungguh telah berkata dalam masalah kepiting: Sesungguhnya bekicot itu
haram karena di dalammnya terdapat kemudaratan, dan karena bekicot itu masuk
dalam keumuman dari keharaman rumah kerang
2. Pertanyaan:
a.
Apakah betul bahwa setiap malam jum'at
ahli kubur menengok/pulang ke rumah?
b. Apakah
orang yang sudah meninggal dapat mengetahui keadaan ahli warisnya yang masih
hidup di dunia?
c.
Ada yang mengatakan bahwa membaca surat
yasin yang ditujukan kepada ahli kubur termasuk bid'ah, mohon penjelasanya?
Jawaban:
a.
Betul, arwah ahli qubur tiap malam
jum'at dapat saja pulang kerumah atas kehendak Allah. Dalam kitab Ushfuriyah
dijelaskan bahwa Ahli Kubur dapat berkunjung kerumahnya tiap malam Jumat. Hal
ini pun tidak bertentangan dengan perkataan Anas bin Malik bahwa para arwah
terbebas, pergi kemana ia mau. Kitab Mafahim Yajibu an Tusahhaha hlm. 178
وقال مالك
بن أنس
بلغني أن الأرواح مرسلة
تذهب حيث شاءت
b. Orang
yang telah meninggal dengan seizin Allah dapat mengetahui keadaan ahli warisnya
atau orang-orang yang masih hidup. Dalam kitab Mafahim Yajibu An Tusahhah hlm
177 dijelaskan bahwa orang yang telah mati dapat mengetahui keadaan orang yang
masih hidup termasuk ahli warisnya/keluarganya. Dasarnya adalah hadits Nabi
Saw:
عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَا مِنْ أَحَدٍ يَمُرُّ بِقَبْرِ أَخِيهِ الْمُؤْمِنِ كَانَ
يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ، إلَّا عَرَفَهُ، وَرَدَّ عَلَيْهِ
السَّلَامَ}
c.
Bukan termasuk Bid'ah, karena amaliyah
tersebut juga memiliki dasar dalam ajaran Islam. Misalnya
Di
antara dalil bahwa mayyit mendapat manfaat dari bacaan al Qur'an orang lain
adalah hadits Ma'qil ibn Yasar:
" اِقْرَءُوْا
يَس عَلَى مَوْتَاكُمْ " (رواه أبو داود والنسائي وابن ماجه وابن حبان وصححه).
" Bacalah surat Yaasin untuk
mayit kalian " (H.R Abu Dawud, an– Nasai, Ibn Majah dan Ibn Hibban dan
dishahihkannya).
Hadits
ini memang dinyatakan lemah oleh sebagian ahli hadits, tetapi Ibn Hibban
mengatakan hadits ini shahih dan Abu Dawud diam (tidak mengomentarinya) maka
dia tergolong hadits Hasan (sesuai dengan istilah Abu Dawud dalam Sunan-nya),
dan al Hafizh as-Suyuthi juga mengatakan bahwa hadits ini Hasan.
Dalil yang lain adalah hadits Nabi:
" يس قَلْبُ
اْلقُرْءَانِ لَا يَقْرَؤُهَا رَجُلٌ يُرِيْدُ اللهَ وَ الدَّارَ الْآَخِرَةَ إِلاَّ
غُفِرَ لَهُ، وَاقْرَءُوْهَا عَلىَ مَوْتَاكُمْ " (رواه أحمد)
Yasin adalah hatinya al Qur'an, tidaklah
dibaca oleh seorangpun karena mengharap ridla Allah dan akhirat kecuali
diampuni oleh Allah dosa– dosanya, dan bacalah Yasin ini untuk mayit–mayit kalian "
(H.R. Ahmad)
Ahmad bin Muhammad al Marrudzi berkata : "Saya
mendengar Ahmad ibn Hanbal -semoga Allah
merahmatinya- berkata: "Apabila kalian memasuki areal pekuburan maka
bacalah surat al Fatihah dan Mu'awwidzatayn dan surat al Ikhlas dan hadiahkanlah pahalanya
untuk ahli kubur karena sesungguhnya pahala bacaan itu akan sampai kepada
mereka".
Al Khallal juga meriwayatkan dalam al Jami' dari asy-Sya'bi bahwa ia berkata:
"كانت الأنصار
إذا مات لهم ميت اختلفوا إلى قبره يقرءون له القرءان"
"Tradisi para sahabat Anshar jika meninggal
salah seorang di antara mereka, maka mereka akan datang ke kuburnya silih
berganti dan membacakan al Qur'an untuknya (mayit)".
3. Pertanyaan: Apakah shalat hajat termasuk
shalat lail atau bukan? Kalau bukan apakah dapat dilakukan pada siang hari?
(Hj. Wiwik Suryani)
Jawaban: Shalat Hajat bukan termasuk
shalat lail (shalat khusus malam hari), melainkan shalat yang disunahkan
dikerjakan manakala seseorang memiliki hajat baik siang hari maupun malam hari.
Hanya saja bila dilakukan dimalam hari memiliki keutamaan karena adanya
keutamaan ibadah yang dilakukan dimalam hari. Hadits Nabi Saw. dalam kitab al
Mustadrak 'Ala Shahihain J. 1 hlm. 466 dijelaskan;
عن عبد الله بن أبي أوفى قال :
خرج علينا رسول الله صلى الله عليه و سلم يوما فقعد فقال : من كانت له حاجة إلى
الله أو إلى أحد من بني آدم فليتوضأ و ليحسن وضوءه ثم ليصل ركعتين ثم يثني على
الله و يصلي على النبي صلى الله عليه و سلم و ليقل : لا إله إلا الله الحليم
الكريم سبحان الله رب العرش العظيم الحمد لله رب العالمين أسألك عزائم مغفرتك و
العصمة من كل ذنب و السلامة من كل إثم
Dari Abdullah bin Abi Aufa
berkata, suatu hari Rasulullah Saw. hadir dihadapan kita kemudian duduk seraya
bersabda: barang siapa yang sedang memiliki hajat (kebutuhan) kepada Allah atau
seseorang dari manusia maka hendaknya ia berwudlu dengan baik, lalu shalat dua
rekaat lantas memuji kepada Allah dan bershalawat atas Nabi Saw. kemudian
berdo'a: Tiada Tuhan selain Allah yang maha arif dan dermawan, Maha Suci Tuhan
penguasa Arasy yang agung. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam, aku
memohon kepada Engkau keagungan ampunanMu, terjaga dari segala dosa besar, dan
selamat dari segala dosa-dosa kecil.
Dengan dasar hadits tersebut
para ulama berpendapat bahwa shalat hajat dapat dilakukan kapanpun manakala
seseorang memiliki hajat kepada Allah maupun pada manusia, baik dalam urusan
agama maupun dunia. Imam Nawawi menjelaskan dalam Nihayat al Zain, 105
ومنه صلاة الحاجة فمن ضاق عليه
الأمر ومسته حاجة في صلاح دينه ودنياه وتعسر عليه ذلك فليصل هذه الصلاة الآتية
Diantara shalat sunat adalah
shalat hajat. Barang siapa mengalami kesulitan suatu hal, atau terdesak
kebutuhan baik urusan agama maupun dunia serta mengalami kesulitan atasnya,
maka hendaknya ia melakukan shalat berikut ini (Shalat Hajat)
4. Gambaran
Pertanyaan:
Sebagian kita ada yang pernah mendengar adanya babi ngepet (babi jadi-jadian
yang berasal dari manusia)
a.
Apakah najis babi ngepet tersebut?
b. Apakah
juga termasuk hewan Ghairul Muhtarom yang halal dibunuh?
Jawaban;
a.
Tidak najis bila memang diyakini ia
berasal dari manusia yang berubah wujudnya.
b. Tidak
boleh dibunuh bila memang diyakini berasal dari manusia.
Tuhfat
al Muhtaj J. 3 hlm 258.
وَلَوْ مُسِخَ آدَمِيٌّ كَلْبًا فَيَنْبَغِي
طَهَارَتُهُ اسْتِصْحَابًا لِمَا كَانَ وَلَوْ مُسِخَ الْكَلْبُ آدَمِيًّا
فَيَنْبَغِي اسْتِصْحَابُ نَجَاسَتِهِ وَلَمْ نَرَ فِي ذَلِكَ شَيْئًا وَوَقَعَ
الْبَحْثُ فِيهِ مَعَ الْفُضَلَاءِ فَتَحَرَّرْ ذَلِكَ بَحْثًا سم عَلَى حَجّ ا هـ
ع ش .
Apa bila ada seseorang yang
berubah wujud menjadi anjing, maka hendaknya tetap dihukumi kesucianya dengan
mendasarkan pada hukum asalnya (anjing) tadi. Demikian halnya manakala ada
anjing yang berubah wujud menjadi manusia maka hendaknya dihukumi kenajisanya
(melihat asalnya manusia tersebut)
5. Deskripsi
Masalah:
Seperti diketahui setiap menjelang akhir Romadhon banyak lembaga pendidikan
seperti sekolah/madrasah dan pondok pesantren yang membentuk panitia penrimaan
dan penyaluran zakat fitrah bagi para siswa/santri. Sedangkan sebagian
siswa/santri banyak yang berasal dari luar daerah.u
Pertanyaan: Apakah pengeluaran zakat
fitrah yang melalui panitia dilain daerahnya seperti yang dilakukan
madrasah/sekolah dan pondok pesantren syah menurut ketentuan hukum fikih?
Padahal banyak siswa/santri yang berasal dari luar daerah atau bukan sekitar
lembaga tersebut. (H. Amron)
Jawaban:
Syah, dengan mengikuti pendapat Ibnu 'Ujail dan Ibnu Shalah (keduanya termasuk
ulama madzhab Syafi'iyah), dan mengikuti pendapat keduanya diperbolehkan. Terlebih
lagi kegiatan tersebut dapat dijadikan tarbiyah (pendidikan) dan latihan
beribadah bagi para siswa maupun santri. Dalam kitab I'anah Thalibin j. 2 hlm.
212 dan Bughyat al Mustarsyidin hlm. 217 dijelaskan;
بغية المسترشدين - (ج 1 / ص 217)
(مسألة : ج) : وجدت الأصناف أو بعضهم بمحلّ وجب
الدفع إليهم ، كبرت البلدة أو صغرت وحرم النقل ، ولم يجزه عن الزكاة إلا على مذهب
أبي حنيفة القائل بجوازه ، واختاره كثيرون من الأصحاب ، خصوصاً إن كان لقريب أو
صديق أو ذي فضل وقالوا : يسقط به الفرض ، فإذا نقل مع التقليد جاز وعليه عملنا
وغيرنا ولذلك أدلة اهـ. وعبارة ب الراجح في المذهب عدم جواز نقل الزكاة ، واختار
جمع الجواز كابن عجيل وابن الصلاح وغيرهما ، قال أبو مخرمة : وهو المختار إذا كان
لنحو قريب ، واختاره الروياني ونقله الخطابي عن أكثر العلماء ، وبه قال ابن عتيق ،
فيجوز تقليد هؤلاء في عمل النفس.
حاشية إعانة الطالبين
- (ج 2 / ص 212)
(1) (قوله: قال ابن
عجيل إلخ) سئل شيخنا وأستاذنا - أطال الله بقاءه - عن نقل زكاة المال من أرض الجاوة
إلى مكة والميدينة رجاء ثواب التصدق على فقراء الحرمين، هل يوجد في مذهب الشافعي قول
بجواز نقلها في ذلك ئ فأجاب - بما صورته.
(اعلم) - رحمك الله
- إن مسألة نقل الزكاة فيها اختلاف كثير بين العلماء، والمشهور في مذهب الشافعي امتناع
نقلها إذا وجد المستحقون لها في بلدها.
ومقابل المشهور جواز
النقل، وهو مذهب الامام أبى حنيفة - رضى الله عنه - وكثير من المجتهدين، منهم الامام
البخاري،
فإنه نرجم المسألة
بقوله: باب أخذ الصدقة من الاغنياء - وترد على الفقراء حيث كانوا.
قال شارحه القسطلانى:
ظاهره أن المولف يختار جواز نقل الزكاة من بلد المال.
وهو أيضا مذهب الحنفية
والاصح عند الشافعية والمالكية عدم الجواز: انتهى.
وفى المنهاج والتحفة
للعلامة ابن حجر: والاظهر منع نقل الزكاة.
وإن نقل مقبله أكثر
العلماء، وانتصر له.
انتهى.
إذا تأملت ذلك ء علمت
أن القول بالنقل يوجد في مذهب الامام الشافعي، ويجوز تقليده، والعمل بمقتضاه.
والله أعلم.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar