Siang sudah mulai habis. Sang surya
mohon pamit dan mempersilahkan malam untuk datang. Semburat merah telah
terlukiskan di ufuk barat. Burung-burung camar kembali ke sarangnya, setelah
seharian berkelana mencari penymbung hidup. Seorang laki-laki berjalan lunglai
dan lemas. Maklum dia telah berjalan jauh, ditambah pula dia sedang melakukan
puasa sunat. Waktu maghrib telah tiba, dia mencari air untuk sekedar melepas
dahaga dan mencari makanan untuk berbuka. Tiba di sungai ,dia langsung meneguk airnya
yang memang jernih. Setelah dahaganya telah terpuaskan, dia melihat sebuah
jambu yang hanyut di sungai. Karena merasa lapar yang sudah tak tertahankan dia
langsung saja mengambil buah itu lalu memakannya. Setelah selesai makan buah
itu, dia teringat akan sesuatu dan berkata :
"Astaghfirulloh…
aku lupa, buah ini masih bukan hakku. Buah ini belum halal bagiku. Aku harus
mencari tempat buah ini berasal dan meminta halal dari yang punya."
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam
warohmatullohi wabarokatuh…" Jawab orang tua tersebut.
"Maaf
pak mengganggu, apakah benar bapak yang memiliki pohon jambu itu?".
"Benar.
Ada apa ya
mas?"
"Sebelumnya
saya minta maaf, saya telah berbuat dholim pada bapak. Kemarin sore saya
melihat buah jambu yang hanyut di sungai. Lalu saya mengambilnya dan
memakannya. Saya sadar bahwa jambu itu bukan milik saya dan tidak halal bagi
saya. Oleh karena itu, saya meminta halalnya dari bapak akan buah itu".
Terang dia akan maksud kedatangannya.
"Ooo….
Jadi begitu ya…" Sambil manggut-manggt dan mengelus jenggotnya, orang tua
itu menanggapi perkataannya.
"Lebih
baik kita tidak bercakap-cakap disini, mari kerumah saya saja agar kita lebih
enak berbincang-bincang. Rumah saya tidak jauh dari sini kok, mari!" Ajak
orang tua pada sang pemuda untuk bertandang kerumahnya. Pemuda itu menurut
saja, demi mendapatkan kehalalan buah jambu yang telah ia makan.
Tidak
beberapa jauh, mereka telah sampai di rumah orang tua itu. Rumah itu tidak
terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Setelah masuk ke rumah pemuda itu di
persilahkan duduk.
"Anak
muda siapa namamu?"
"Ismail
pak"
"Dari mana kamu berasal?"
"Saya
berasal dari kota di daerah utara sana pak." Ternyata
pemuda itu bernama Ismail. "Maaf pak, mengenai buah jambunya bagaimana
pak?". Dia balik bertanya karena maksud dari kedatangannya adalah memimta
halalnya jambu itu dan dia tak mau berlama-lama disitu.
"Baiklah
Ismail, mengenai jambuku yang telah kau makan, aku akan menghalalkannya tapi
dengan satu syarat." Ismail agak terperanjat akan perkataan sang orang tua
itu yang mengajukan persyaratan terhadap jambu tersebut.
"Apa
persyaratannya pak?" Ismail bertanya mengenai syarat yang diajukan.
"Ismail,
saya mempunyai 1 hektar lahan yang tidak terawat. Saya disini hidup berdua
dengan istri saya saja, dan lahan itu sudah beberapa tahun tidak terawat karena
saya sudah semakin tua. Jadi saya minta kamu untuk merawat lahan itu selama 9
tahun sebagai syarat agar jambuku yang telah kau makan halal bagimu."
Ismail tercengang mendengar
persyaratan yang diajukan orang tua itu. Bagaimana tidak, waktu 9 tahun ia
habiskan hanya untuk sebuah jambu. Orang lain pasti akan berpikiran hal itu
adalah gila, masa hanya karena memakan sebuah jambu dihukum 9 tahun untuk merawat
tanah seluas 1 hektar. Hal ini tak masuk akal. Ini namanya pemaksaan. Ismail
diam dan merenung setelah mendengar persyaratan yang diajukan oleh orang tua
itu. Dengan hati yang terasa berat, ia akan tetap melaksanakan syarat itu. Dia
beranggapan daripada nanti buah jambu itu menjadi duri di akhirat gara-gara ia
telah memakan barang yang bukan haknya, lebih baik ia menerimanya di dunia ini.
"Bagaimana
Ismail, sanggup?" Tanya orang tua akan persetujuan Ismail.
"Baiklah
pak, saya sanggup?" Jawab Ismail menyatakan kesanggupannya.
"Mulai
besok kamu langsung bekerja. Saya akan mengantarmu kesana, dan di sana ada gubuk, kamu bisa
tinggal di gubuk itu."
9 tahun bukanlah waktu yang sebentar,
tapi Ismail menerimanya dengan hati ikhlas. Mungkin itu adalah salah satu jalan
untuk meraih ridho-Nya.
Hari demi hari ia lalui dengan bekerja
di ladang. Ladang itu memang agak jauh dari desa, sehinga hanya sesekali Ismail
bertemu dengan para penduduk. Dia pun hanya sedikit sekali mendengar
berita-berita dari luar. Itupun dari penduduk desa yang ia temui. Ketika
ditanya sejatinya dirinya, dia hanya menjawab sebagai seorang murid yang
ditugaskan mengolah lahan milik gurunya. Malam ia habiskan untuk bermunajat
kepada Sang Kholiq agar diberi kesabaran dan keikhlasan dalam menjalani cobaan
ini. Semakin hari ia semakin bertambah iman dan ia selalu muhasabah (instropeksi
diri) akan kesalahan-kesalahan yang ia buat di masa lalu.
Tak terasa waktu 9 tahun telah ia
habiskan. Pagi itu ia bergegas untuk bertemu dengan orang tua pemilik jambu,
mengatakan bahwa syarat yang ia berikan telah ia penuhoi. Sang orang tua sedang
duduk-duduk di depan rumahnya.
"Assalamu'alaikum…"
"Wa'alaikumussalam….
Oh kamu Ismail. Ayo silahkan duduk! Ada
apa? Apa ada tanaman yang terkena hama?"
"Tidak
pak. Semua tanaman dalam keadaan baik."
"Lha
terus ada gerangan apa kamu kemari?"
"Begini
pak. Syarat yang bapak berikan untuk bekerja di ladang selama sembilan tahun
telah saya penuhi. Dan tentunya jambu yang dulu pernah saya makan telah
dihalalkan. Maka dari itu saya mau pamit pak." Ismail mengutarakan niatnya
untuk pergi karena kewajiban telah terpenuhi.
"Ya….ya…
kamu memang sudah 9 tahun disini. Tapi apa kau tidak lihat, tanaman-tanaman itu
sudah hampir panen? Tunggulah sebentar dulu sampai musim panen usai!"
"Tapi
pak, sesuai perjanjian saya menggarapnya selama 9 tahun. Dan itu sudah saya
kerjakan." Sergah Ismail menuntut.
"Ya,
memang benar kau telah menunaikan kewajibanmu. Silahkan kamu pergi kalau kamu
ingin barang haram yang kamu makan tetap haram di tubuhmu." Ismail
tertunduk lesu mendengar perkataan dari orang tua itu. Dia tetap tak ingin
hidup dengan barang haram.
"Baiklah
pak. Saya menurut."
Setelah itu, dia pun kembali ke gubuk
lagi. Setelah dipikir-pikir memang benar tanaman yang ia tanam sudah mulai akan
panen. Dan ia tak mau melewatkan hasil dari jerih payahnya sendiri. Ia pun
mulai bekerja lagi di ladang.
Masa panen telah berakhir. Dia pun
ingin mengutarakan niatnya untuk pergi yang gagal. Di pergi ke rumah orang tua
itu.
"Ismail
ya? Mari sini masuk!" sebelum mengucapkan salam ia terlebih dahulu
dipersilahkan masuk. Agaknya orang tua itu tahu akan kedatangannya.
"Saya
datang kemari karena telah selesai menunaikan kewajiban. Dan saya minta izin
pamit." Kata Ismail mengutarakan niatnya.
"Ismail,
kamu memang orang yang jujur, betanggung jawab, dan bisa mengemban amanah.
Ismail, sebenarnya aku mempunyai seorang putri yang sudah waktunya untuk
menikah dan aku ingi kamu mau menikah dengannya. Tapi, asal kamu tahu saja anakku
mempunyai banyak kekurangan. Dia itu bisu, buta, tuli, dan lumpuh. Apakah kau
mau menikahinya?"
Bagai disambara petir di siang bolong.
Tak habis pikir masa di harus menikahi seorang wanita yang serba kekurangan,
tidak sempurna sama sekali. Bahkan seorang kakekpun pasti tak mau menikahi
wanita yang tidak sempurna seperti itu. Ismail hanya diam dan berpikir
bagaimana cara menolak tawaran dari orang tua itu.
"Aku
tahu, kamu pasti menolak tawaranku. Baiklah, jika itu jadi pilihanmu. Itupun
jika kau menginginkan pintu surga tertutup buatmu karena barang haram yang kau
makan."
Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Itulah yang mungkin kini dialami oleh Ismail. Mendengar perkataannya, Ismail
hanya bisa sabar dan tawakal ilalloh
dalam menghadapi cobaan ini. Demi mendapatkan label halal dari sang pemilik
jambu itu, dia harus rela menghabiskan waktu hampir 10 tahun dengan bekerja di
ladang. Dan sekarang dia menghadapi dilema yang sangat pelik. Dia harus
menikahi seorang wanita yang sangat jauh dari kata sempurna bagi seorang
wanita.
"Ya
Alloh…maafkanlah dosa-dosa yang telah hamba lakukan dan hamba mohon diberi
kekuatan serta kesabaran dalam menghadapi cobaan yang Engkau berikan." Doa
ia dalam hati. Memasrahkan semua pada Yang Maha Kuasa. Demi mencari ridho-Nya,
apapun akan ia lakukan.
"Baiklah
pak. Saya bersedia menikahi istri bapak." Jawab dia dengan nada pasrah.
"Bagus.
1 minggu lagi akad nikahnya dan juga walimahannya." Kata orang tua itu
menentukan waktu nikahnya yang terasa begitu cepat.
Dalam 1 minggu tersebut, kesibukan
terjadi di rumah orang tua itu. Banyak sekali orang-orang yang membantu
suksesnya acara tersebut. Ismail terheran-heran mengapa banyak sekali orang
yang datang. Setelah bertanya pada beberapa orang ternyata orang tua tersebut
adalah seorang ulama terkemuka di daerah tersebut. Dia dfikenal dengan nama
Syekh Shodiq. Maklum dia tidak tahu sejatinya orang tua itu, karena
kesehariaanya hanya bekerja di ladang dan beribadah kepada Alloh SWT. Pantas
saja orang-orang banyak yang datang, dari rakyat kecil sampai para ulama dan
orang-orang pemerintahan. Mereka datang untuk menyampaikan selamat dan
memberikan doa restu.
Hari yang bersejarah bagi Ismail telah
tiba. Banyak sekali tamu-tamu yang datang dari segala macam kalangan. Dia agak
keder dan grogi melihat banyaknya tamu yang datang. Setelah beberapa lama,
akhirnya acara akad nikah dimulai. Syekh Shodiq, sekaligus calon mertua bagi Ismail
dan selaku wali nikah terlebih dahulu membacakan khutbah nikah kemudian
dilanjutkan dengan akadnya.
"Ya
Ismail bin Ibrohim!" kata Syekh Shodiq memulai akad nikah.
"Labbaik."
Jawabku.
"Ankahtuka
wa zawwajtuka Fatimah bintii bimahri adawatis sholat haalan."
"Qobiltu
nikahaha wa tazwijaha linafsii bimahril madzkur haalan."
"Bagaimana
para saksi, sah?" Tanya Syekh Shodiq kepada 2 orang dibelakangnya.
"Sah."
Jawab mereka.
Setelah itu doa pun dibacakan. Ismail
merenung, menangis dalam hati. Bagaimana tidak, hari ini dia telah resmi
menjadi seorang suami bagi wanita yang tak pernah ia lihat sekalipun dan dengan
kriteria yang semua orang laki-laki pastti menolak jika diminta untuk
menikahinya.
Acarapun selesai. Banyak tamu undangan
yang sudah kembali ke rumah masing-masing. Hari yang sangat melelahkan bagi Ismail.
Di waktu acara, ada seorang tamu yang memberikan selamat dan mengatakan
padanya, "Beruntung kau anak muda mendapatkan istri putri Syekh Shodiq.
Dia itu sangat cantik lagi sholehah." Ismail hanya tersenyum dan
mengucapkan terima kasih. Dalam hati dia mengeluh, "Cantik gimana? Orang
istriku itu buta, tuli, bisu, lumpuh lagi. Ada-ada saja ini orang, pintar juga
menghibur."
"Ismail!"
panggil Syekh Shodiq membuyarakan lamunannya.
"Iya
pak. Ada
apa?" jawabku dengan nada gugup.
"Kok
kamu malah duduk disini. Sana
pergi ke kamarmu! Istrimu sudah menunggu. Itu di sebelah kanan kamarnya."
Kata Syeh Shodiq menunjukan kamar pengantinnya. Dengan langkah berat, Ismail
lalu pergi ke kamar pengantin. Hatinya tidak karuan, kalau bisa pergi, lebih
baik dia langsung angkat kaki dari rumah itu. Tapi itu bukan cerminan lelaki sejati
yang lari dari tanggung jawab. Semakin ia mendekati kamar semakin hatinya
deg-degan. "Bismillahirrohmanirrohim…" Ucapnya dalam hati.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam
waromatullohi wabarokatuh." Jawab suara dari dalam kamar.
Ismail
terkejut mengapa ada yang menjawab salam, padahal istrinya kan bisu. Apa ada orang lain selain istrinya
di dalam kamar. Ismail menjadi bingung, tapi ia tetap memutuskan untuk tetap
masuk kamar, barangkali memang ada orang lain selain istrinya itu. Setelah
masuk ia melihat ke sekeliling kamar. Tak seorangpun orang di dalam kamar
kecuali seorang wanita dengan baju yang serba merah, kerudung merah dan memakai
cadar. Ismail terpana melihat wanita itu. Wanita itu begitu cantik dengan
matanya yang lentik lagi menawan. Ismail berpikiran bahwa dia salah kamar.
Wanita itu tidaklah sesuai dengan dengan kriteria yang menjadi istrinya.
"Oh,
maaf. Saya salah kamar." Ismail lalu berbalik dan bergegas untuk pergi,
daripada nanti malah kena fitnah. Tapi baru mau melangkahkan kaki, tiba-tiba….
"Tunggu
mas. Mas tidak salah kamar. Benar ini memang kamar pengantinnya. Dan saya
adalah Fatimah, istri mas."
Deg. Ismail kaget, hatinya begitu
deg-degan. Apa aku tak salah dengar. Wanita ini mengaku sebagai Fatimah
istriku. Tak mungkin. Mustahil. Ismail tetap tak percaya wanita cantik yang ada
di depannya ini adalah istrinya.
"Mas
pasti tidak percaya bahwa saya adalah Fatimah putri Syekh Shodiq." Kata
wanita itu karena melihat Ismail terbengong-bengong dan kelihatan bingung.
"Ya.
Tapi…. Apa memang kau adalah Fatimah, istriku?" tanyaku dengan nada tak
percaya.
"Benar
mas. Kamu tidak salah." Jawab ia.
"Tapi…
kata Syekh Shodiq, kamu….." melihatku kebingungan dia tersenyum di balik
cadarnya yang tipis.
"Baiklah mas. Kemarilah! Duduklah di sampingku. Akan aku
jelaskan semua." Ismail pun menghampirinya dan duduk di sampingnya. Ada perasaan sejuk yang
menghampiri hatinya. Berbeda dengan saat tadi ia masuk ke kamar ini.
"Memang
benar apa yang dikatakan oleh abahku. Aku memang bisu, tidak pernah berbicara kotor
dan selalu kuisi dengan berdzikir pada Alloh. Aku memang tuli karena tak pernah
mendengar kata-kata yang tidak selayaknya dikatakan. Aku memang buta, buta
terhadap hal-hal yang berbau kemaksiatan. Dan aku memang lumpuh,karena kaki ini
tak pernah pergi ke tempat-tempat maksiat. Dari umur 7 tahun aku sudah
dititipkan kepada pamanku, salah seorang ulama zahid yang berada di pinggiran kota. Abahku memang
sengaja mengatakan kepadamu hal-hal yang negatif mengenai diriku. Dia bermaksud
untuk mengujimu. Dan engkau menerimanya. Sebagai gantinya, abah menjadikan aku
sebagai hadiah untukmu."
Fatimah lalu membuka cadarnya. Betapa
terpesona Ismail melihat wajah istrinya. Begitu cantik. Bahkan bulan akan
kehilangan pesona bila bersanding denganya. Mata yang lentik dihiasi bulu
matanya yang indah, alis yang melengkung bagai bulan sabit, bibir yang merah
merekah bagai buah delima, dan pipi yang merona kemerah-merahan dan dihiasi
lesung pipi membuat laki-laki akan berpikir wanita ini manusia atau seorang
bidadari.
"Istriku,
kau begitu cantik melebihi bidadari. Mereka akan iri melihatmu. Matahari akan
malu menunjukan dirinya karena kalah dengan sinar matamu. Engkau sangat cantik
istriku. Inni uhibbuki anti jiddan…jiddan…jiddan." "wa uhibbuka
jiddan ya habiby." Jawab sang istri.
Ismail mencium istrinya dengan mesra. Buah
dari kesabarannya dalam menghadapi cobaan telah ia petik dengan mendapatkan
istri yang sangat cantik lagi sholihah. Mereka pun bersama mengarungi samudra
kebahagiaan. Menjadi pasangan yang membuat iri seluruh makhluk yang ada di
langit dan di bumi. Sungguh betapa beruntungnya Ismail, semua kenikmatan dan
kebahagiaan yang ia peroleh hanya disebabkan oleh sebuah jambu, ya jambu. Jambu
Cinta.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar