Budaya
Korupsi dan Dekonstruksi Sosial
Assalamu'alaikum
wr. Wb
Yang terhormat para
juri lomba pidato, panitia POSPEDA provinsi Jawa Tengah, teman-temanku sesama
santri yang tercinta dan semua para hadirin yang kami hormati.
Sebelum saya
berbicara lebih jauh lagi mengenai tema yang saya pilih, Budaya Korupsi dan
Dekonstruksi Sosial. Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puja dan puji
syukur kita kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan rahmat Nya dengan ucapan
alhamdulillahirobbil'almin yang mana pada kesempatan kali ini kita dapat berkumpul
bersama dalam kondisi yang sempurna di majlis ini dan masih dalam rasa iman dan
Islam. Tidak lupa pula sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad SAW yang telah membawa Islam sebagai jalan hidup kita, yang
membawa Islam dari zaman unta sampai zaman toyota.
Kita membaca dan mendengar bahwa Indonesia
termasuk negara terkorup di dunia. Dan ketika kita melihat sendiri kenyataan
yang ada di depan kita, ternyata korupsi telah melibatkan banyak kalangan, baik
di pusat maupun di daerah, di lembaga pemerintahan dan tokoh masyarakat. Kita
pun jadi makin prihatin dan cemas, adakah pengusutan dapat dilakukan dengan
tuntas dan adil? Cukup tersediakah aparat penegak hukum yang bersih untuk
mengusutnya dengan adil, tepat, dan benar? Dan sampai kapan akan selesai?
Penegakan hukum serta pengusutan
secara tuntas dan adil terhadap tindak korupsi memang harus dilaksanakan dan
ditegakkan tanpa pandang bulu. Akan tetapi, kita pun harus memahami
persoalannya secara mendasar, agar menumbuhkan sikap arif untuk bersama-sama
tak mengulang dan membudayakan korupsi dalam berbagai aspek kehidupan kita,
sehingga tidak terjadi apa yang dikatakan "patah tumbuh hilang berganti,
mati satu tumbuh seribu" seperti sel kanker ganas karena akarnya yang
telah meluas, maka semakin dibabat semakin cepat penyebarannya.
Indonesia adalah negara yang kaya,
tetapi pemerintahnya banyak utang dan rakyatnya pun terlilit dalam kemiskinan
permanen. Pantas kalau dikatakan bahwa penduduk Indonesia layaknya penduduk surga
yang tidak bisa menikmati kenikmatan surga. Dengan sumber daya alam yang
melimpah, namun penduduknya masih banyak yang hidup dibawah garis kemiskinan.
Banyak harta negara yang masuk ke perut para tikus-tikus kantor yang tiada
kenyang atau dirampok oleh bangsa lain tanpa kita sadari.
Hadhirin
hadhirot rohimakumulloh
Pamong
praja yang menindas rakyat saat ini menjelma menjadi pejabat dan aparat Negara
yang korup. Korupsi merupakan bentuk nyata penjajahan oleh dan kepada bangsa
sendiri. Akibatnya, Negara ini sungguh ironis tidak mampu lagi bekerja secara
maksimal menyejahterakan rakyat sebagai tanggung jawab utama, tapi justru repot
mengurusi aparatnya yang sudah terbuai kekuasaan. Apakah elite bangsa ini sudah
mati rasa? Padahal Nabi SAW pernah bersabda
:
الراشي والمرتشي كلهم في النار.
"orang yang menyuap dan orang yang disuap, semuanya akan
berada di neraka".
Sungguh
ironis memang, korupsi dianggap sebagai perkara biasa yang wajar terjadi dalam
kehidupan para penguasa dan pengelola kekuasaan yang ada. Sejak dahulu kala,
para penguasa dan pengelola kekuasaan selalu cenderung korup karena bisnisnya
ya kekuasaan itu sendiri.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada
tekad presiden pilihan rakyat yang hendak melakukan percepatan pemberantasan
korupsi, walaupun dalam perjalanannya terseok-seok dengan banyaknya persoalan
yang timbul seperti yang dihadapi oleh penegak keadilan semacam KPK, Kepolisian
ataupun pengadilan, kita perlu merenungkan kembali dengan jernih apakah
pemberantasan korupsi dapat dilakukan tanpa dekonstruksi sosial? Jangan sampai
upaya pemberantasan korupsi seperti terperosok dalam sumur tanpa dasar yang
tidak pernah dapat menyentuh landasannya dengan tepat dan benar.
Korupsi bukanlah hanya persoalan
hukum saja, tetapi juga merupakan persoalan sosial, ekonomi, politik, budaya
dan agama. Realitas sosial yang timpang, kemiskinan rakyat yang meluas serta
tidak memadainya gaji dan upah yang diterima seorang pekerja, merebaknya nafsu
politik kekuasaan, budaya jalan pintas dalam mental suka menerabas aturan,
semuanya itu telah membuat korupsi semakin subur dan sulit diberantas, di
samping karena banyaknya lapisan masyarakat dan komponen bangsa yang terlibat
dalam tindak korupsi. Karena itu, dekonstruksi sosial semacam ini tak bisa
diabaikan begitu saja dan kita perlu merancang dan mewujudkan suatu masyarakat
baru yang antikorupsi.
Hadhirin
hadhirot rohimakumulloh
Masalah
dekonstruksi sosial, perlu tekad masyarakat sendiri untuk keluar dari jalur
kehidupan yang selama ini telah menyengsarakannya. Perlu ada tobat nasional
untuk memperbarui sikap hidup masyarakat yang antikorupsi karena korupsi
ternyata telah menyengsarakan bangsa ini secara keseluruhan. Tobat berarti
kesadaran total untuk tak mengulangi lagi perbuatannya karena memang perbuatan
itu telah mencelakakan dirinya dalam dosa. Tobat
bukanlah basa-basi, tetapi komitmen untuk menembus dan memasuki kehidupan baru
yang lebih baik. Dan tanpa tobat nasional, rasanya pemberantasan korupsi
seperti benang kusut yang sulit mengurainya.
Tobat nasional harus dimulai dari
imamnya, yaitu para pemimpin yang berada di puncak kekuasaan. Pemimpin yang
bersih dan berketeladanan dapat menjadi rujukan perilaku rakyatnya. Leadership
is about character and energy. Pemimpin yang cerdas, yang mampu membaca
tanda-tanda zaman untuk membawa rakyatnya ke arah masa depan yang lebih baik,
jelas, dan terorientasi. Pemimpin yang tidak bertopeng atas kekuasaannya
sehingga denyut dan jeritan rakyatnya segera tertangkap oleh hati nuraninya
yang tidak bertopeng.
ياأيها الذين أمنوا توبوا الى الله توبة نصوحا.
"Hai orang-orang yang beriman, Tobatlah kamu kepada Alloh
dengan sebenar-benarnya taubat"
Hadhirin
hadhirot rohimakumulloh
Selain
itu, perlu ditegakkan lagi reformasi birokarasi. Selama ini, banyak sekali pejabat-pejabat
yang menyalahgunakan jabatan, birokrasi disalah artikan, uang rakyat
diselewengkan, jabatan dianggap sebagai fasilitas yang menggiurkan. Birokrasi
macam apa itu, yang hanya menguntungkan para pengendali kebijakan. Seharusnya
seperti yang ada dalam kaidah ushuliyah :
تصرف
الإمام منوط بالمصلحة.
"kebijakan
seorang pemimpin harus sesuai atau selaras dengan kesejahteraan
rakyatnya".
Masih
segar dalam ingatan kita, apa yang sedang melanda lembaga-lembaga penegak
keadilan tadi semacam kasus bank century yang menyeret pejabat teras
pemerintahan, atau kasus suap jaksa serta kasus markus-markus pajak yang
melibatkan instansi kepolisian. Inilah yang perlu kita tata kembali. Jangan ada
lagi orang-orang yang ditempatkan tidak sesuai dengan bidangnya. Disamping itu,
revitalisasi tindak pidana korupsi lebih ditegaskan lagi. Jangan lagi kita
mendengar seorang koruptor yang telah menelan milyaran uang rakyat hanya
dihukum 2 bulan dihukum sama dengan orang yang hanya"mengambil" 2
buah semangka. Sebegitu lemahkah hukum-hukum yang ditegakkan di negara ini?
Hukum diperjual belikan. Makanya perlu adanya hukum yang tegas dan keras bagi
para pelaku korupsi. Penjara seumur hidup, misalnya, itu sepadan dengan
kejahatan yang mereka lakukan. Bahkan kalau perlu, dalam stadium korupsi
tertentu diancam dengan hukuman mati.
Dekonstruksi sosial merupakan
rajutan-rajutan yang terbuka secara terus-menerus, dan kita harus bisa merajut
kembali benang-benang tersebut untuk proses pembaruan yang lebih baik. Kita harus
bisa melahirkan sistem kehidupan masyarakat baru yang terbuka dan semua urusan
publik tidak lagi bertopeng. Rasanya korupsi hanya bisa dikendalikan jika semua
urusan publik dilepaskan dari pemujaan atas topeng-topeng kekuasaan yang ada.
Hadhirin
hadhirot rohimakumulloh
Kiranya cukup sekian dari saya. Dari
awal sampai akhir tentunya banyak kesalahan baik yang disengaja maupun tidak,
saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wabillahi taufiq wal hidayah, war
ridho wal inayah wassalamu'alaikm warohmatullohi wabarokaatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar