Laman

Cari Blog Ini

Kamis, 04 Desember 2014

Hadir Pol, Gaji Nol vs Hadir Nol, Gaji Pool



Hadir Pol, Gaji Nol vs Hadir Nol, Gaji Pool
Tanggal 29 November 2014, Metro TV sebagai salah satu stasiun TV swasta di Indonesia seperti biasa menayangkan program unggulannya yaitu Kick Andy. Kick Andy adalah sebuah acara talkshow yang dipandu oleh Andy F. Noya. Cara pembicaraan di acara ini mirip dengan acara Oprah oleh Oprah Winfrey. Kick Andy mulai tayang pada tanggal 1 Maret 2006 hingga sekarang. Acara ini menghadirkan kisah kehidupan nyata yang informatif, edukatif dan inspiratif. Tamu yang dihadirkan tidak dibatasi oleh profesi sehingga banyak cerita seru seputar kehidupan masyarakat seluruh Indonesia. Dalam pembawaannya, pembawa acara Kick Andy mempunyai karakter dan gaya bahasa yang unik. Dalam setiap nilai pertanyaan yang bersifat langsung namun tidak sarkastik malah mengundang tawa, dan para narasumber merasa nyaman ketika menjawab pertanyaan. Kick Andy selalu membagi-bagikan buku gratis karangan orang ternama dan best seller.
Acara talkshow ini mengangkat tema tentang guru guna memperingati hari guru tanggal 25 November. Temanya sangat menarik dan menggelitik yaitu “Hadir Poll, Gaji Nol”. Dalam acara ini, penonton yang hadir di studio tidak hanya dari para guru, namun juga banyak diantara mereka dari kalangan akademisi, pemerhati pendidikan, peneliti, dan juga siswa. Pembawa acara menghadirkan 3 narasumber pada malam itu, yaitu para guru yang mengajar di daerah-daerah terpencil, dengan status honorer, dan dengan gaji yang pas-pasan (kurang dari kata cukup). Mereka adalah Firman, seorang guru SD di daerah terpencil di kaki gunung Tambora Kab. Bima, yang kedua bernama Asnat Bell, seorang tamatan SMA yang menjadi guru SD di pedalaman NTT, dan yang ketiga bernama Ai Dewi, seorang pengajar di SD pedalaman suku Badui Rangkas Bitung.
Dari tema yang diangkat pada acara talkshow ini memang sangat menarik untuk dibahas dan diperhatikan bagi para praktisi pendidikan di Indonesia. Salah satu yang menarik perhatian adalah cerita dari Asnat Bell, dimana dalam acara tersebut juga ditampilkan gambar-gambar yang menampilkan betapa jauh perbandingan guru honorer dengan anggota DPR. Guru yang mendidik dan menelurkan para wakil rakyat yang duduk di senayan, namun banyak dari mereka kurang memperhatikan guru-guru yang telah mendidik mereka khususnya guru-guru honorer di daerah terpencil.
1.    Hadir Pol, Gaji Nol
Asnat Bell mengajar selama 7 jam setiap harinya, mengajar 9 mata pelajaran di kelas 1. Sejak mengajar dari Tahun 2002 hingga sekarang, gaji yang terima pun hanya 50 ribu perbulan, gajinya turun kadang 3 - 4 bulan. Dengan 50 ribu gajinya sebagai guru honor di SD terpencil ini, Asnat bell juga harus menghidupi 3 orang anaknya dan keluarganya. Ditambah lagi dengan keadaan geografis tanah di Amanuban Timur ini yang kering, dingin, dan susah air, membuat pertanian tidak bisa tumbuh. Asnat Bell hanya lulusan SMA, bersama teman-temannya mengajar di SD mulai tahun 2002, kini hanya dia saja yang bertahan, temannya berhenti. Karena hati dan panggilannya mengajar, untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan membuat dia tetap mengajar di Sekolah ini.
Selama bertahun-tahun mengabdi dan mengajar, Asnat Bell jauh dari pengangkatan menjadi seorang Guru PNS, kenapa? Karena kebijakan sekolah, seorang guru yang akan jadi PNS harus melanjutkan ke jenjang pendidikan keguruan, minimal D3, Asnat Bell hanya SMA. Pengorbanannya mengajar selama 10 tahun tidak berarti apa-apa, ternyata syarat menjadi PNS itu ijazah pendidikan keguruan.
Di desa Ini, banyak anak-anak yang putus sekolah, walau sekolah gratis, kemiskinan membuat anak-anak membantu ortunya bekerja daripada sekolah. Di sekolah ini ada 4 guru honor dan 3 PNS, tentu yang PNS adalah kepala sekolahnya, sejak teman-temannya mengundurkan diri, sekolah ini kosong Asnat bell tetap mengajar, walau gaji sangat tidak memadai, pengemis di Jakarta lebih besar penghasilanya dari pada gaji honor Asnat Bell. Asnat bell mengajar 7 sehari, selama 26 hari, 182 jam, gaji yang dia dapat 50 ribu sebulan, perjam Asnat Bell hanya di hargai 277 perak Pengemis di kota-kota besar sekali lampu merah bisa dapat 1000 rupiah, miris, gaji guru honor lebih sangat tidak manusiawi, kemana dana BOS? Bagaimana Bisa anak-anak NTT menjadi setara dengan anak-anak di pulau Jawa? kalau kesejahteraan guru tidak diperhatikan. Bagaimana mau mengajar yang baik kalau guru harus berfikir keras untuk memenuhi kebutuhannya, tidak akan fokus mengajar, banyak yang dipikirkan.
Cerita dari Asnat Bell tersebut menggugah kita para guru sebagai agen pendidikan yang berada di garda depan dalam upaya memajukan generasi bangsa untuk tetap istiqomah mengemban amanah dan senantiasa bersyukur atas apa yang kita dapatkan sekarang. Masih banyak teman-teman guru di luar sana yang masih mendapatkan gaji di bawah standar layak dengan kebutuhan sehari-hari. Selain itu, guru dimanapun berada harus tetap mendedikasikan kerjanya demi mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti yang diungkapkan oleh Asnat: “Awal mengajar itu, gaji saya hanya tujuh ribu rupiah per bulan. Biar gajinya sedikit tapi saya rela berkorban demi masa depan Negara. Anak-anak biar cerdas”.
Ucapan Asnat, “Biar gajinya sedikit tapi saya rela berkorban demi masa depan Negara” sudah bisa menjadi pemantik semangat bagi para guru baik yang hadir di studio ataupun pemirsa yang menonton di rumah untuk bisa lebih bertanggung jawab menjalankan tugas mulia sebagai guru. Bukan karena mencari keuntungan materiil ataupun status social, akan tetapi karena untuk membantu memberikan cahaya harapan bagi anak bangsa untuk bisa hidup lebih baik di masa yang akan datang. Bagi para siswa dan masyarakat umum, ucapannya “Anak-anak biar cerdas” bisa memberikan kesadaran bahwa mereka tidak akan menjadi yang sekarang tanpa bantuan dari para guru mereka.
Di sisi lain, pemerintah sudah seharusnya merasa tersentil dengan cerita yang ada di acara talkshow ini yang sudah lebih dari 6000 kali tayang di situs Yotube serta gambar-gambar seperti diatas yang sudah tersebar di beberapa situs berita online. Nasib guru, khususnya guru honorer harus benar-benar diperhatikan. Bagaimanapun juga rasio guru berstatus PNS dengan guru honorer lebih banyak guru honorer.
Gambar diatas seakan memberikan tambahan kekuatan bagi para guru bahwa berjuang dalam ranah pendidikan tidak akan menghasilkan kerugian. Namun di sisi lain cerita dan gambar tersebut seolah membangunkan pemerintah dan para anggota DPR untuk lebih memperhatikan tidak cuma para guru honorer tapi juga nasib anak bangsa bahwa mereka dipilih bukan untuk duduk santai di kursi kekuasaan tanpa memperhatikan rintihan anak bangsa.
2.      Hadir Nol, Gaji Pool
Kalau kita memperhatikan polah dan tingkah laku para wakil rakyat di senayan semakin membuat kita kesal. Selama ini banyak sekali berita yang menyakitkan bangsa Indonesia seperti dalam sidang paripurna penutupan masa bakti DPR 2009-2014 tercatat 255 anggauta DPR bolos. Berdasar data KPK 74 anggauta DPR yang terlibat korupsi pada 2007-2014. Anggauta DPR berjalan-jalan dan berfoya-foya tanpa membuat laporan perjalanan. Dua berita terakir yang menyakitkan rakyat Indonesia, Tyahyo Kumolo menyatakan pekerjaan paling enak didunia adalah anggauta DPR RI, karena bebas bicara dan gajinya gede, dan Ruhut Sitompul malu jadi anggauta DPR, makan gaji buta. Berbagai kredit buruk pun dilayangkan kepada anggota DPR berbading terbalik dengan gaji yang mereka dapatkan setiap bulannya.
Gambar utama dalam tulisan ini menunjukan betapa lebar jurang perbandingan gaji guru honorer dengan anggota DPR. Memang benar, jika kita bandingkan gaji guru honorer dengan gaji seorang anggota DPR tentunya terpaut terlalu jauh. Namun disini yang menjadi titik persoalan adalah dedikasi pekerjaan dan kredibilitas. Seorang guru honorer di pedalaman yang bergaji rendah yaitu lima puluh ribu perbulan (hanya cukup untuk membeli beras 5 kg) tetap memiliki dedikasi yang tinggi untuk mengajar, tetap memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengemban amanah demi kemajuan bangsa. Jika dibandingkan dengan seorang gaji anggota DPR yang setiap bulannya paling tidak mendapat gaji 50-54 juta namun tingkat kredibilitasnya rendah, gajinya 500 kali lipat gaji guru honorer di pedalaman.
Sungguh miris memang melihat besaran pemisah gaji guru dan anggota DPR. Dalam bahasa religi diibaratkan, “Dulu ketika mereka mencari dukungan sering membaca Ayat Kursi, tapi setelah mereka mendapat kursi mereka lupa dengan ayatnya”. Ketika kampanye, para anggota DPR begitu gencar-gencarnya mengumbar janji janji manis kepada rakyat, akan tetapi setelah mereka duduk manis di Senayan justru lupa akan janji dan rakyat yang telah memilihnya. Seharusnya para anggota DPR merasa malu dengan dirinya sendiri dan masyarakat. Memang tidak semua anggota DPR seperti itu, tapi tidak sedikit dari mereka yang telah menyia-nyiakan suara rakyat untuk kepentingan pribadi atau kelompok.
Permasalahan guru di Indonesia seakan tiada habisnya. Seperti sebutannya, “guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa”, sehingga banyak dari mereka yang memegang kebijakan nasional kurang memperhatikan nasib guru karena mereka tidak memiliki tanda jasa. Semoga rencana Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Anies Baswedan, yang berencana membuat kebijakan gaji minimum guru bisa terealisasi sehingga nasib para guru bisa terangkat dan menerima gaji yang layak. Tidak akan ada lagi Asnat Bell atau Oemar Bakrie, kata Iwan Fals, “Jadi guru jujur berbakti memang makan hati… Oemar Bakri… banyak ciptakan menteri… Oemar Bakri… professor, insinyur, doctor pun jadi… tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri?”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar