MENARIK BENANG SEJARAH
TRADISI KEILMUAN ISLAM
A. Pendahuluan
Sejarah oleh sebagian orang dianggap
sebagai pengetahuan yang tak bermakna yang justru mengarahkan orang berpikir
konservatif dan kolot. “Pandanglah ke depan! Tetapkan tujuan”. Demikian prinsip
mereka yang dipandang dari aspek tertentu, mungkin ada benarnya. Karena dengan
menengok ke belakang, tentu kita akan rag untuk melangkah ke depan. Tapi jangan
diartikan bahwa menyimak sejarah merupakan bagian dari “menegok ke belakang”
tersebut. Karena kalau kita mau berpikir, sejarah justru dapat mengarahkan kita
menuju masa depan yang lebih tertata rapi, yaitu dengan meneladani
keteladanannya dan menghindari terulangnya kesalahan masa silam, “Sesungguhnya,
pada kisah-kisah mereka terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.”
(QS. Yusuf: 11)
Masa kejayaan itu
bermula saat Rasulullah mendirikan pemerintahan Islam, yakni Daulah Khilafah
Islamiyah di Madinah. Tongkat kepemimpinan bergantian dipegang oleh Abu Bakar
as-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Usman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, dan
seterusnya. Di masa Khulafa as-Rasyiddin ini Islam berkembang pesat. Perluasan
wilayah menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya penyebarluasan Islam ke
seluruh penjuru dunia. Islam datang membawa rahmat bagi seluruh umat manusia.
Penaklukan wilayah-wilayah, adalah sebagai bagian dari upaya untuk menyebarkan
Islam, bukan menjajahnya. Itu sebabnya, banyak orang yang kemudian tertarik
kepada Islam. Satu contoh menarik adalah tentang Futuh Makkah (penaklukan
Makkah), Rasulullah dan sekitar 10 ribu pasukannya memasuki kota Makkah. Kaum
Quraisy menyerah dan berdiri di bawah kedua kakinya di pintu Ka’bah. Mereka
menunggu hukuman Rasul setelah mereka menentangnya selama 21 tahun. Namun,
ternyata Rasulullah justru memaafkan mereka.
B. Kejayaan Islam Masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah
adalah suatu dinasti (Bani Abbas) yang menguasai daulat (negara) Islamiah pada
masa klasik dan pertengahan Islam. Daulat Islamiah ketika berada di bawah
kekuasaan dinasti ini disebut juga dengan Daulat Abbasiyah. Daulat Abbasiyah adalah
daulat (negara) yang melanjutkan kekuasaan Daulat Umayyah. Dinamakan Dinasti
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Abbas
(Bani Abbas), paman Nabi Muhammad saw. Pendiri dinasti ini adalah Abu Abbas
as-Saffah, nama lengkapnya yaitu Abdullah as-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn
Abdullah ibn al-Abbas.
Zaman ini adalah zaman
keemasan Islam (Golden Age). Dalam zaman ini, kedaulatan kaum muslimin telah
sampai ke puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan Iptek, ataupun kekuasaan
teritorial. Dalam zaman ini telah lahir berbagai disiplin ilmu Islam yang
kemudian diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Banyak orang bilang bahwa
Rennaisance dimulai dari abad 14 M di Eropa, namun sebenarnya sudah dimulai
sejak zaman Bani Abbasiyah. Kesadaran akan pentingnya ilmu pengetahuan
merefleksikan terciptanya beberapa karya ilmiah seperti terlihat pada alam
pemikiran Islam pada abad ke-8 M. yaitu gerakan penerjemahan buku peninggalan
kebudayaan Yunani dan Persia.
Permulaan yang disebut
serius dari penerjemahan tersebut adalah sejak abad ke-8 M, pada masa
pemerintahan Al-Makmun (813 –833 M) yang membangun sebuah lembaga khusus untuk
tujuan itu, “The House of Wisdom / Bait al-Hikmah”. Dr. Mx Meyerhof pernah mengungkapkan
tentang kejayaan Islam ini sebagai berikut: “Kedokteran Islam dan ilmu
pengetahuan umumnya, menyinari matahari Hellenisme hingga pudar cahayanya.
Kemudian ilmu Islam menjadi bulan di malam gelap gulita Eropa, mengantarkan
Eropa ke jalan renaissance. Karena itulah Islam menjadi biang gerak besar, yang
dipunyai Eropa sekarang. Dengan demikian, pantas kita menyatakan, Islam harus
tetap bersama kita.”
Pada umumnya khalifah
adalah para ulama yang mencintai ilmu, menghormati sarjana dan memuliakan
pujangga. Sehingga pada masa ini, akal dan pikiran dibebaskan benar-benar dari
belenggu taklid, hal mana menyebabkan orang sangat leluasa mengeluarkan
pendapat dalam segala bidang, termasuk bidang aqidah, falsafah, ibadah dan
sebagainya. Semangat keilmuan muslim masa ini begitu besar. Mereka meyakini
bahwa mencari ilmu dan mengaplikasikannya merupakan sebuah kewajiban sesuai
dengan tuntunan Al Qur’an. Banyak sekali ayat-ayat Al Qur’an yang menganjurkan
umat muslim untuk menggunakan akal pikirnya.
“Dan mengapa mereka tidak memikirkan
tentang (kejadian) diri mereka?, Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa
yang ada di antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang
ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar
akan pertemuan dengan Tuhannya.” (QS. Ar
Ruum:8)
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri.
Maka apakah kamu tiada memperhatikan?” (QS. Adz
Dzariyat:20-21)
“Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir,” (QS. Al Baqarah: 219)
“Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan
tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami (nya).” (QS. Al An’am: 65)
Tentu kita masih ingat
akan sejarah kedatangan Thariq bin Ziyad bersama pasukannya pada bulan Mei
tahun 711 M memasuki selat Gibraltar yang terletak di teluk Algeciras, sebagai
cikal bakal perkembangan kebudayaan Islam dan kerajaan-kerajaan Islam yang
mulai bercokol di tanah Andalusia (sekarang Spanyol). Berkat kedatangan Islam
di Andalusia hampir delapan abad lamanya kaum Muslim mengusasi kota-kota
penting seperti Toledo, Saragosa, Cordoba, Valencia, Malaga, Seville, Granada
dan lain sebagainya, mereka membawa panji-panji ke-Islaman, baik dari segi Ilmu
pengetahuan, Kebudayaan, maupun segi Arsitektur bangunan.
Di negeri inilah lahir
tokoh-tokoh muslim ternama yang menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti
Ilmu Agama Islam, Kedokteran, Filsafat, Ilmu Hayat, Ilmu Hisab, Ilmu Hukum,
Sastra, Ilmu Alam, Astronomi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu dengan
segala kemajuan dalam berbagai ilmu pengetahuan, kebudayaan serta aspek-aspek
ke-Islaman, Andalusia kala itu boleh dikatakan sebagai pusat kebudayaan Islam
dan Ilmu Pengetahuan yang tiada tandingannya setelah Konstantinopel dan Bagdad.
Maka tak heran waktu itu pula bangsa-bangsa Eropa lainnya mulai berdatangan ke
negeri Andalusia ini untuk mempelajari berbagai Ilmu pengetahuan dari
orang-orang Muslim Spanyol, dengan mempelejari buku-buku buah karya cendekiawan
Andalusia baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.
Diantara
cendekiawan-cendekiawan asal Andalusia tercatat ada:
1. Ibnu Thufail (1107-1185) dilahirkan di
Asya, Granada. Nama lengkapnya adalah Abu Bakr Muhammad ibn Abdul Malik ibn
Muhammad ibn Muhammad ibn Thufail al-Qisi. Sebagai ahli falsafah, Ibnu Thufail
adalah guru dari Ibnu Rusyd (Averroes), ia mengusai ilmu lainnya seperti ilmu
hukum, pendidikan, dan kedokteran, sehingga Thufail pernah menjadi sebagai
dokter pribadi Abu Ya’kub Yusuf seorang Amirul Muwahhidin. Ibnu Thufail atau di
kenal pula dengan lidah Eropa sebagai Abubacer menulis Roman Filasafat dalam
literatur abad pertengahan dengan nama Kitabnya “Hayy ibn Yaqzan”, salah satu
buku sebagai warisan dari ahli filsafat Islam tempo dulu yang sampai kepada
kita, sedangkan sebagian karyanya hilang.
2. Al-Idrisi, lahir di Ceuta pada tahun 1100 M
salah seorang ahli Geografi dengan nama lengkapnya Abu Abadallah Muhammad
al-Idrisi, yang menulis Kitab Ar-Rujari atau dikenal dengan Buku Roger salah
satu buku yang menjelaskan tentang peta dunia terlengkap, akurat, serta
menerangkan pembagian-pembagian zona iklim di dunia. Ar-Rujari sebuah karya
yang diperbantukan untuk Raja Roger II, dimana buku ini sempat dimanfaatkan
oleh orang-orang Eropa baik Muslim maupun non Muslim. Al-Idrisi adalah seorang
yang tekun, pekerja keras dan tanpa lelah untuk mengerjakan sesuatu yang
bermanfaat, ia menggali ilmu Geografi dan ilmu Botani di Kordoba Spanyol.
Selain itu dalam melahirkan ahli Botani, Andalusia mencatat pula nama Abu
Muhammad ibn Baitar atau Ibnu Baitar (1190-1248) yang dilahirkan di Malaga,
dialah yang petama kali menggabungkan ilmu-ilmu botani Islam, dimana karyanya
dijadikan sebagai standar referensi hingga abad ke-16.
3. Ibnu Bajjah (1082-1138), ia dilahirkan di
Saragosa dengan nama lengkapnya Abu Bakr Muhammad Ibn Yahya al-Saigh, ia adalah
seorang yang cerdas sebagai ahli matematika, fisika, astronomi, kedokteran,
filsafat, dan penyair dari golongan Murabitin, selain hafal Al-Qur’an beliaupun
piawai dalam bermain musik gambus. Kepercayaanya terhadap Ibnu Bajjah dalam
bermain politik semasa kepemimpinan Abu Bakr Ibrahim ia diangkat menjadi Mentri
di Saragosa. Karangannya yang terkenal adalah an-Nafs (Jiwa) yang menguraikan
tentang keadaan jiwa yang terpengaruhi oleh filsafat Aristoles, Galenos,
al-Farabi, dan Ar-Razi. Dalam usia 56 tahun Ibnu Bajjah meninggal sebab
diracuni dan hasil karyanya banyak yang dimusnahkan, namun ajaran-ajarannya
mempengaruhi para ilmuwan berikutnya di tanah Andalusia.
4. Ibnu Rusyd (1126-1198) lahir di Cordova
lidah barat menyebutnya Averroes yang nama lengkapnya adalah Abdul Walid
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Ibnu Rusyd. Ibnu Rusyd adalah seorang ahli
hukum, ilmu hisab (arithmatic), kedokteran, dan ahli filsafat terbesar dalam
sejarah Islam dimana ia sempat berguru kepada Ibnu Zuhr, Ibn Thufail, dan Abu
Ja’far Harun dari Truxillo. Pada tahun 1169 Ibn Rusyd dilantik sebagai hakim di
Sevilla, pada tahun 1171 dilantik menjadi hakim di Cordova.
Karya besar yang di tulis oleh Ibnu Rusyd adalah Kitab Kuliyah fith-Thibb
(Encyclopaedia of Medicine) yang terdiri dari 16 jilid, yang pernah di
terjemahkan kedalam bahasa Latin pada tahun 1255 oleh seorang Yahudi bernama
Bonacosa, kemudian buku ini diterjemahkan kedalam bahasa Inggris dengan nama
“General Rules of Medicine” sebuah buku wajib di universitas-universitas di
Eropa. Karya lainnya Mabadil Falsafah (pengantar ilmu falsafah), Taslul,
Kasyful Adillah, Tahafatul Tahafut, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah
al-Muqtashid, Tafsir Urjuza (menguraikan tentang pengobatan dan ilmu kalam),
sedangkan dalam bidang musik Ibnu Rusyd telah menulis buku yang berjudul “De
Anima Aristotles” (Commentary on the Aristotles De Animo). Ibnu Rusyd telah
berhasil menterjemahan buku-buku karya Aristoteles (384-322 SM) sehingga beliau
dijuluki sebagai asy-Syarih (comentator) berkat Ibnu Rusyd-lah karya-karya
Aristoteles dunia dapat menikmatinya. Selain itu beliaupun mengomentari
buku-buku Plato (429-347 SM), Nicolaus, Al-Farabi (874-950), dan Ibnu Sina
(980-1037).
5. Ibnu Zuhr (1091-1162) atau Abumeron dikenal
pula dengan nama Avenzoar yang lahir di Seville adalah seorang ahli fisika dan
kedokteran beliau telah menulis buku “The Method of Preparing Medicines and
Diet” yang diterjemahkan kedalam bahasa Yahudi (1280) dan bahasa Latin (1490)
sebuah karya yang mampu pengaruhi Eropa dalam bidang kedokteran setelah
karya-karya Ibnu Sina Qanun fit thibb atau Canon of Medicine yang terdiri dari
delapan belas jilid.
6. Ibnu Arabi (1164-1240), dikenal juga
sebagai Ibnu Suraqah, Ash-Shaikhul Akbar, atau Doktor Maximus yang dilahirkan
di Murcia (tenggara Spanyol). Pada usia delapan tahun tepatnya tahun 1172 ia
pergi ke Lisbon untuk belajar pendidikan Agama Islam yakni belajar Al-Qur’an
dan hukum-hukum Islam dari Syekh Abu Bakar bin Khalaf. Setelah itu ia pergi ke
Seville salah satu pusat Sufi di Spanyol, disana ia menetap selama 30 tahun
untuk belajar Ilmu Hukum, Theologi Islam, Hadits, dan ilmu-ilmu tashawwuf
(Sufi).
7. Karyanya sungguh luar biasa, konon Ibnu
Arabi menulis lebih dari 500 buah buku, sekarang di perpustakaan Kerajaan Mesir
di Kairo saja masih tersimpan 150 karya Ibnu Arabi yang masih ada dan utuh.
Diantara karya-karyanya adalah Tafsir Al-Qur’an yang terdiri 29 jilid,
Muhadaratul Abrar Satu jilid, Futuhat terdiri 20 jilid, Muhadarat 5 jilid,
Mawaqi’in Nujum, at-Tadbiratul Ilahiyyah, Risalah al-khalwah, Mahiyyatul Qalb,
Mishkatul Anwar, al Futuhat al Makiyyah yakni suatu sistim tasawwuf yang
terdiri dari 560 bab dan masih banyak lagi karangan-karangan hasil pemikiran
Ibnu Arabi yang mempengaruhi para sarjana dan pemikir baik di Barat maupun
Timur setelah kepergiaanya.
Hampir delapan abad
lamanya Islam berkuasa di Andalusia sejak tahun 711 M hingga berakhirnya
kekuasaan Islam di Granada pada tanggal 2 Januari 1492 M / 2 Rabiul Awwal 898 H
tepatnya 512 tahun lalu, Andalusia dalam masa kejayaan Islam telah melahirkan
cendekiawan-cendekiawan muslim yang tertulis dengan tinta emas di sepanjang
jaman. Karya mereka yang masih ada banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa
di penjuru dunia. Sehingga universitas-universitas dibangun di negeri ini
ditengah ancaman musuh-musuhnya.
Itulah keunikan para
ulama, cendekiawan-cendekiawan tempo dulu bukan saja menguasai satu bidang ilmu
pengetahuan namun mereka menguasai berbagai ilmu pengetahuan yang disegani dan
tanpa pamrih, hingga nama mereka dikenang oleh setiap insan. Kini bukti
kemajuan akan peradaban Islam tempo dulu di Spanyol dapat kita lihat sisa-sisa
bangunan yang penuh sejarah dari Toledo hingga Granada, dari Istana Cordova
hingga Alhambra. Dan disinilah berkat kekuasaan Tuhan walaupun kekuasaan Islam
di Spanyol telah jatuh kepada umat Kristen beberapa abad silam yang menjadikan
Katolik sebagai agama resmi, namun karya-karya anak negeri ini mampu memberikan
sumbangsih yang luar biasa bagi umat manusia hingga di abad milenium yang super
canggih.
Satu hal yang harus kita renungkan
sekarang, apa yang telah kita berikan kepada bangsa dan umat manusia ini.
Kemanfaatan atau Kemadlaratan?.
D. Pandangan Islam terhadap IPTEK
Seringkali kita
mendengar pandangan para agamawan apakah itu kristen ataupun Islam atau yang
lainnya, bahwa agama adalah suatu entity yang berbeda dengan sains. Bagaimana
hal ini bisa dipahami? Jika agama diturunkan oleh Alloh yang maha benar dan
dalam sains juga berlaku hukum-hukum alam yang berasal dari Allah bagaimana
mungkin keduanya berbeda? Jelas hal ini tidak masuk akal. Pandangan agama yang
benar dan sains yang dapat dibuktikan kebenarannya seharusnya sama.
Islam mewariskan sebuah
textbook yang bernama Al Qur’an. Buku ini berisi landasan teoritis yang
diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Buku tersebut mengundang kepada
pembacanya untuk membuktikan kebenaran yang tercantum di buku textbook
tersebut. Caranya hanya satu, yaitu mempraktekan dengan sebaik-baiknya sehingga
semua hipotesis yang ada di dalam terbukti satu persatu. Analoginya seperti
ini: kita diberi sebuah panduan mesin mobil, tetapi kita tidak mau belajar
memahami dan mempraktekan buku tersebut. Pertanyaannya, dapatkah kita menjadi
seorang ahli mesin mobil tanpa memahami isi buku dan mempraktekannya. Ilmu tanpa
agama akan buta, agama tanpa ilmu akan tuli.
Negara-negara yang
berpenduduk mayoritas Muslim, saat ini pada umumnya adalah negara-negara
berkembang atau negara terkebelakang, yang lemah secara ekonomi dan juga lemah
atau tidak menguasai perkembangan ilmu pengetahuan dan sains-teknologi. Karena
nyatanya saudara-saudara Muslim kita itu banyak yang masih bodoh dan lemah,
maka mereka kehilangan harga diri dan kepercayaan dirinya. Beberapa di antara
mereka kemudian menjadi hamba budaya dan pengikut buta kepentingan
negara-negara Barat. Mereka menyerap begitu saja nilai-nilai, ideologi dan
budaya materialis (’matre’) dan sekular (anti Tuhan) yang dicekokkan melalui
kemajuan teknologi informasi dan media komunikasi Barat. Akibatnya
krisis-krisis sosial-moral dan kejiwaan pun menular kepada sebagian besar
bangsa-bangsa Muslim.
Kenyataan memprihatikan
ini sangat ironis. Umat Islam yang mewarisi ajaran suci Ilahiah dan peradaban
dan Iptek Islam yang jaya di masa lalu, justru kini terpuruk di negerinya
sendiri, yang sebenarnya kaya sumber daya alamnya, namun miskin kualitas
sumberdaya manusianya (pendidikan dan Ipteknya). Ketidakadilan global ini
terlihat dari fakta bahwa 80% kekayaan dunia hanya dikuasai oleh 20 % penduduk
kaya di negara-negara maju. Sementara 80% penduduk dunia di negara-negara
miskin hanya memperebutkan remah-remah sisa makanan pesta pora bangsa-bangsa
negara maju.
Ironis bahwa Indonesia
yang sangat kaya dengan sumber daya alam minyak dan gas bumi, justru mengalami
krisis dan kelangkaan BBM. Ironis bahwa di tengah keberlimpahan hasil produksi
gunung emas-perak dan tembaga serta kayu hasil hutan yang ada di Indonesia,
kita justru mengalami kesulitan dan krisis ekonomi, kelaparan, busung lapar,
dan berbagai penyakit akibat kemiskinan rakyat. Kemana harta kekayaan kita yang
Allah berikan kepada tanah air dan bangsa Indonesia ini? Mengapa kita menjadi
negara penghutang terbesar dan terkorup di dunia? Kalo kita gambarkan,
sebenarnya penduduk indonesia layaknya penduduk surga yang tidak menikmati
kenikmatan surga.
Islam, sebagai agama
penyempurna dan paripurna bagi kemanusiaan, sangat mendorong dan mementingkan
umatnya untuk mempelajari, mengamati, memahami dan merenungkan segala kejadian
di alam semesta. Dengan kata lain Islam sangat mementingkan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Berbeda dengan
pandangan dunia Barat yang melandasi pengembangan Ipteknya hanya untuk
kepentingan duniawi yang ’matre’ dan sekular, maka Islam mementingkan
pengembangan dan penguasaan Iptek untuk menjadi sarana ibadah-pengabdian Muslim
kepada Allah swt dan mengembang amanat Khalifatullah (wakil/mandataris Allah)
di muka bumi untuk berkhidmat kepada kemanusiaan dan menyebarkan rahmat bagi
seluruh alam (Rahmatan lil ’Alamin). Ada lebih dari 800 ayat dalam Al-Quran yang
mementingkan proses perenungan, pemikiran dan pengamatan terhadap berbagai
gejala alam, untuk ditafakuri dan menjadi bahan dzikir (ingat) kepada Allah.
Yang paling terkenal adalah ayat:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang berakal,
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi
(seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia.
Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imron [3] : 190-191)
“Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu
pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Mujadillah [58]:
11 )
Bagi umat Islam, kedua-duanya adalah
merupakan ayat-ayat (atau tanda-tanda) ke-Mahakuasa-an dan Keagungan Allah swt.
Ayat naqliyah (yang diturunkan atau transmited knowledge), seperti kitab-kitab
suci dan ajaran para Rasul Allah (Taurat, Zabur, Injil dan Al Quran), maupun
ayat-ayat kauniyah (fenomena, prinsip-prinsip dan hukum alam), keduanya bila
dibaca, dipelajari, diamati dan direnungkan, melalui mata, telinga dan hati (dan
akal) akan semakin mempertebal pengetahuan, pengenalan, keyakinan dan keimanan
kita kepada Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Wujud yang wajib, Sumber segala
sesuatu dan segala eksistensi. Jadi agama dan ilmu pengetahuan, dalam Islam
tidak terlepas satu sama lain. Agama dan ilmu pengetahuan adalah dua sisi koin
dari satu mata uang koin yang sama. Keduanya saling membutuhkan, saling
menjelaskan dan saling memperkuat secara sinergis, holistik dan integratif.
Bila ada pemahaman atau tafsiran ajaran agama Islam yang menentang
fakta-fakta ilmiah, maka kemungkinan yang salah adalah pemahaman dan tafsiran
terhadap ajaran agama tersebut. Bila ada ’ilmu pengetahuan’ yang menentang
prinsip-prinsip pokok ajaran agama Islam maka yang salah adalah tafsiran
filosofis atau paradigma materialisme-sekular yang berada di balik wajah ilmu
pengetahuan modern tersebut.
Karena alam semesta (yang dipelajari melalui ilmu pengetahuan), dan
ayat-ayat suci Tuhan (Al-Quran) dan Sunnah Rasulullah saw (yang dipelajari
melalui agama), adalah sama-sama ayat-ayat (tanda-tanda dan
perwujudan/tajaliyat) Allah swt, maka tidak mungkin satu sama lain saling
bertentangan dan bertolak belakang, karena keduanya berasal dari satu Sumber
yang Sama, Allah Yang Maha Pencipta dan Pemelihara seluruh Alam Semesta.
E. Penutup
Kejayaan Islam
pada masa Dinasti Abbasiyah mencerminkan bahwa Islam adalah agama yang luar
biasa. Bahkan Eropa pun seolah-olah tidak berdaya menghadapi kemajuan Islam
terutama di bidang ilmu pengetashuan dan teknologi. Walaupun pada akhirnya
kejayaan Islam masa Dinasti Abbasiyah telah berakhir dan hanya menjadi
kenagngan manis belaka kita sebagai generasi penerus harus senantiasa berusaha
untuk menjadi generasi yang pantang menyerah apalagi di zaman serba modern ini
kemajuan iptek semakin sulit untuk dibendung. Kemajuan iptek merupakan
tantangan yang besar bagi kita. Apakah kita sanggup atau tidak menghadapi
tantangan ini tergantung pada kesiapan pribadi masing-masing .
Melihat
banyaknya ayat-ayat Al Qur’an yang mendorong kaum Muslim, (khususnya generasi
Muslim selanjutnya) untuk tekun dan mennggunakan akal pikirnya dalam melihat
fenomena-fenomena yang terjadi disekitarnya. Perlu direnungi bersama bahwa ilmu
akan tampak nyata dan terang benderang bagi mereka yang ‘berakal’. Nabi Ibramim pernah dalam ungkapan yang
menakjubkan sebagai landasan kehidupan umat manusia dimasa kapanpun bahwa
manusia yang berakal/berilmu harus bisa mengikuti, menyesuaikan dan memahami
masa dimana ia berada, bersifat progresif dalam berpikir, melangkah, berkarya
dan berperilaku, namun tetap berma’rifat yang sebenarnya kepada Tuhannya. Kita
patut renungkan bersama pendapat ulama modern “Kita berada pada zaman dimana
ilmu lebih baik daripada amal, sedangkan mereka (para sahabat dan tabi’in)
berada di zaman dimana amal lebih baik daripada ilmu”.
Referensi
Muhadjir, Noeng. 2011. Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistimologi,
Axiologi First Order, Second Order & Third Order of Logics Dan Mixing
Paradigms Implementasi Metodologik. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Ide, M. Harun dkk. 2006. Sejarah Tasyri’ Islam: Periodesasi
Legislasi Islam Dalam Bingkai Sejarah. Kediri. FPII
Soma, Soekmana.2002. Ada Apa Dengan Ulama? Pergulatan Antara
Dogma, Akal, Kalbu Dan Sains. Jakarta: Qultum Media
Farhana. 2000. Peradaban Islam Masa Dinasti Abbasiyah:
Kebangkitan dan Kemajuan. Jakarta: Media ilmu.
Wibowo, Marsudi Fitro. 2004. 512 Tahun Jatuhnya Kejayaan Islam di
Spanyol. Bandung: Harian Umum Pikiran Rakyat.
Al Qathan, Manna’. 2000. Mabahits Fi ‘Ulumil Qur’an. Semarang: Thoha
Putra.
Karim, Paimun A. Islam dan Teknologi Adalah Rahmat.http://perpustakaan.islamic-center.or.id/digital-library/e-jic/112-islam-dan-sains-teknologi-adalah-rahmat.html

Tidak ada komentar:
Posting Komentar