Laman

Cari Blog Ini

Rabu, 08 Januari 2014

Analisis Burhani Terhadap Politisasi Agama


Analisis Burhani Terhadap Politisasi Agama
Tahun 2013 telah usai. Tahun dimana negeri ini diwarnai dengan hiruk pikuk dan tingkah polah politisi dan partai politik. Ingar bingar ini tidak lepas dengan tahun politik dan akan diselenggarakannya ‘pesta demokrasi’. Memasuki tahun 2014, terhitung empat bulan lagi, negara ini memiliki hajart besar yang bernama pemilihan umum untuk anggota legislatif. Dari pemilu legislatif inilah yang nantinya  memunculkan calon presiden. Sekalipun panggung politik nasional sudah mulai riuh dengan nama-nama bakal calon presiden dan wakil presiden, namun partai politik harus tetap berhitung dengan perolehan suara.
Suka tidak suka, globalisasi bukan hanya mempersempit dunia namun juga mempengaruhi kehidupan politik di negeri ini. Geliat kampanye yang dilakukan oleh caleg sudah ditabuh dari awal 2013. Berbagai media digunakan guna menunjang popularitas dan mendongkrak eligibilitas partai yang diusungnya. Media yang menjadi sarana mereka menjual janji pun beragam, dari baliho, banner, iklan di media elektronik ataupun cetak, bahkan di jejaring sosial. Model blusukan ke kampung atau pasar tradisional pun sekarang menjadi ngetrend.

Pendekatan Sufistik untuk Alam



Pendekatan Sufistik untuk Alam
Memasuki bulan Desember, seperti adat, curah hujan di wilayah Indonesia semakin tinggi. Akibatnya, hampir semua media baik cetak maupun elektronik memberitakan berbagai fenomena alam yang menggila di berbagai tempat. Banjir, tanah longsor, angin puting beliung menjadi headline yang panas untuk diberitakan. Fenomena alam semacam ini telah banyak memakan korban, baik material ataupun nyawa. Menurut laporan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada bulan september, dari Januari hingga September tercatat 886 kejadian bencana alam yang merenggut 639 korban jiwa dan lebih dari 2.900.000 orang menderita penyakit akibat bencana dan mengungsi. (www.bnpb.go.id)

Jumat, 03 Januari 2014

Fiqh Mawaddah, Fiqh Kasih Sayang



     Fikih Mawaddah, Kajian Epistimologi Bayani 
                 Pemukulan terhadap istri dalam masyarakat patriarkhis selalu dianggap sebagai suatu hal yang biasa dan lumrah. Bahkan oleh sebagian masyarakat pemukulan terhadap istri hampir selalu diterjemahkan sebagai bentuk pengajaran suami terhadap istri dalam rangka pembinaan rumah tangga. Dan yang lebih parahnya lagi masyarakat sering melegitimasikan kekerasan tersebut dengan dalih agama (baca:Islam). Persoalannya apakah memang agama melegitimasi hal tersebut?
Isu dan pertanyaan diatas memang persoalan yang perlu dijawab, dikarenakan begitu cukup sering ditanyakan dan tidak hanya itu mereka yang berusaha mencari kelemahan Islam sering menjadikan masalah ini sebagai sasaran empuk untuk mendeskriditkan agama Islam. Mereka membuat judul yang heboh: “Islam memperbolehkan memukuli istri!” kemudian dihiasi dengan gambar-gambar mengerikan dimana sang suami memegang cambuk atau kayu balok ditangan untuk mengayunkannya kepada sang istri yang terlihat ketakutan dan menahan sakit.